FILSAFAT : G.W.F Hegel sang Filsuf Idealis
G.W.F Hegel
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (lahir 27 Agustus 1770 – meninggal 14 November 1831 pada umur 61 tahun) adalah seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di Stuttgart, Württemberg, kini di Jerman barat daya. Pengaruhnya sangat luas terhadap para penulis dari berbagai posisi, termasuk para pengagumnya (F. H. Bradley, Sartre, Hans Küng, Bruno Bauer, Max Stirner, Karl Marx), dan mereka yang menentangnya (Kierkegaard, Schopenhauer, Nietzsche, Heidegger, Schelling). Dapat dikatakan bahwa dialah yang pertama kali memperkenalkan dalam filsafat, gagasan bahwa Sejarah dan hal yang konkret adalah penting untuk bisa keluar dari lingkaran philosophia perennis, yakni, masalah-masalah abadi dalam filsafat. Ia juga menekankan pentingnya Yang Lain dalam proses pencapaian kesadaran diri (lihat dialektika tuan-hamba).
Filosofi dari Hegel
1. Kebebasan
Yang dimaksud dengan civil society menurut Hegel adalah masyarakat pasca revolusi Prancis. Saat itu Hegel berada pada sebuah masyarakat yang sedang mengalami perubahan fundamental dalam revolusi industri yang secara masif menciptakan kelas menengah baru. Civil Society juga merupakan masyarakat dimana orang-orang didalamnya memiliki hak untuk memilih hidup apa yang mereka suka dan memenuhi keinginan mereka sesuai kemampuan mereka. Negara tidak memiliki hak untuk memaksakan jenis kehidupan tertentu kepada anggota masyarakat sipil seperti yang terjadi dalam masyrakat feodal.
2. Negara dan Hak Individu
Menurut Hegel, negara merupakan roh absolut yang kekuasaannya melampaui hak-hak individu itu sendiri. Menurut Hegel, negara termasuk suatu proses dalam perkembangan ide mutlak yang ditandai adanya perkembangan dialektis tesis-antitesisnya, antitesis kemudaian melahirkan sintesis. Berbeda dengan J.J Rousseau dan John Locke, maupun kalangan marxis yang melihat negara sebagai alat kekuasaan, Hegel justru berpendapat bahwa negara itu bukan alat melainkan tujuan itu sendiri. Dalam logika Hegel rakyat harus menjadi abdi negara untuk kebaikan dan kesehjahtraan masyarakat itu sendiri.
3. Negara Integralistik
Dalam konsep negara integralistik, negara adalah kesatuan masyarakat yang tersusun secara integral. Masyarakat merupakan kesatuan organis yang tidak terpisah dan bergerak bersama kedalam satu tujuan tunggal yang hakiki. Dalam proses penemuan tujuan hakiki ini, pemimpin berperan sebagai kepala yang akan menuntun pergerakan dari unsur-unsur organis lainnya, sehingga tercipta keselarasan antara pimpinan dan rakyat.
Metode Dialektika
Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empiris indrawi. Pengertian yang terkandung di dalamnya berasal dari kata-kata sehari-hari, spontan, bukan reflektif sehingga terkesan abstrak, umum, statis dan konseptual. Pengertian tersebut diterangkan secara radikal agar dalam proses pemikirannya kehilangan ketegasan dan mencair. Pengingkaran adalah konsep pengertian pertama (pengiyaan) dilawan-artikan, sehingga muncul konsep pengertian kedua yang kosong, formal, tak tentu dan tak terbatas. Menurut Hegel, dalam konsep kedua, sesungguhnya tersimpan pengertian dari konsep yang pertama. Konsep pemikiran kedua ini juga diterangkan secara radikal agar kehilangan ketegasan dan mencair. Kontradiksi merupakan motor dialektika (jalan menuju kebenaran) maka kontradiksi harus mampu membuat konsep yang bertahan dan saling mengevaluasi. Kesatuan kontradiksi menjadi alat untuk melengkapi dua konsep pengertian yang saling berlawanan agar tercipta konsep baru yang lebih ideal.
Sumber : Wikipedia
Komentar
Posting Komentar